Gunung Semeru menggugurkan awan panas pada 4 Desember 2021 lalu. Letusan gunung vulkanik ini mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka, serta kerusakan bangunan yang mendesak warga untuk mengungsi.
POKJA Bencana FK-KMK UGM bersama AHS UGM bergerak tanggap dan berangkat menuju lokasi bencana pada Senin (6/12) lalu. Dalam acara Live Report Manajemen Penanganan Bencana yang digelar secara daring pada Selasa (9/12) kemarin, tim ini melaporkan situasi kesehatan dan lingkungan terdampak langsung dari Lumajang, Jawa Timur.
“Sesampainya di Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang, manajemen penanganan bencana belum berjalan begitu baik dan belum tersedia data yang dibutuhkan relawan. Kami membantu merapikan struktur Health Emergency Operation Center,” ujar Gde Yulian Yogadhita, M.Epid, Apt selaku Relawan Pokja Bencana FK-KMK UGM.
Health Emergency Operation Center yang dulunya bernama Klaster Kesehatan, jelas Gde, sebetulnya secara konsep tidak terlalu berbeda, hanya berbeda secara terminologi. Mengacu pada Permenkes No. 75 tahun 2019, terdapat 6 sub klaster antara lain sub klaster pelayanan kesehatan, sub klaster pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan, sub klaster kesehatan reproduksi, sub klaster kesehatan jiwa, sub klaster pelayanan gizi, dan sub klaster identifikasi korban mati. Enam sub klaster ini didukung oleh tim logistik kesehatan, tim data dan informasi, dan tim promosi kesehatan.
“Alhamdulillah setelah hari ketiga, sudah didapatkan komunikasi yang baik dari setiap sub klaster,” tambah Gde.
Turut hadir dalam acara tersebut, Irma Rokhmania, S.Si selaku perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang, menuturkan bahwa kelemahan yang terjadi sebelumnya adalah setiap klaster bekerja sendiri-sendiri.
“Dengan adanya HEOC, benang-benang yang putus bisa disatukan,” ucap Irma.
Ia juga melaporkan per 8 Desember 2021, setidaknya ada sekitar 39 korban jiwa, luka berat 49, luka ringan 748, dan pengungsi sejumlah 2211 orang. Terdapat 10 pos pelayanan kesehatan yang berlokasi di tiga kecamatan yaitu Puskesmas Candipuro, Puskesmas Penanggal, Puskesmas Pasirian, dan Puskesmas Pronojiwo. Namun, akses menuju Pronojiwo terputus sehingga membutuhkan waktu dan upaya yang lebih ekstra untuk mencapai lokasi tersebut.
Terkait dengan relawan, Irma menginformasikan bahwa aturannya setiap relawan harus sudah vaksin minimal satu kali. Setiap relawan yang masuk harus lapor terlebih dahulu ke pos sehingga dapat termonitor dan mencegah penularan COVID-19.
Rencana operasi yang akan dilakukan Tim UGM selanjutnya adalah menularkan sistem HEOC yang telah dibangun ke kabupaten lain atau mendokumentasikannya ke dalam rencana kontingensi kesehatan kabupaten. Disamping itu, tim juga mempersiapkan disaster management kit untuk bencana mendatang, SOP tambahan, dan membuat rencana exit strategy.
“Bencana ini kelihatannya bersifat overexpose dan multiaccess, padahal sejauh ini kapasitas dan logistik kesehatan sudah terpenuhi. Kami mencoba gimana caranya tidak terjadi secondary disaster,” tutup Gde.
Laporan selengkapnya dapat disaksikan pada laman berikut.