Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rentan di masa pandemi COVID-19. Merujuk data Kementerian Kesehatan tahun 2021, terdapat 6865 kematian ibu hamil di masa pandemi. Data bulan September 2021 juga menyebutkan bahwa sebanyak 62% kematian ibu dan bayi terjadi di rumah sakit. Webinar bertajuk “Penguatan Fungsi SISRUTE Maternal dan Neonatal: Studi kasus di DIY” digelar sebagai wadah untuk membahas permasalahan tersebut.
Acara virtual ini dibuka oleh Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D. selaku Dekan FK-KMK UGM dan dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp.A(K)., PhD selaku Direktur Eksekutif AHS UGM. Keduanya menjelaskan bahwa peningkatan angka kematian ibu dipengaruhi beberapa faktor, seperti rendahnya akses dan mutu fasilitas kesehatan, minimnya pengetahuan reproduksi, keterlambatan deteksi, komplikasi, dan tumpang tindih regulasi. Kehadiran platform sistem rujukan nasional, SISRUTE, semestinya memperlancar komunikasi dan pertukaran informasi antar fasilitas kesehatan. Namun, SISRUTE dalam pelaksanaannya masih belum cepat untuk memfasilitasi proses rujukan.
dr. Irwan Taufiqur Rachman, SpOG(K)-KFM sebagai klinisi dari RSUP Dr. Sardjito menjelaskan bahwa sekitar 75% penyebab kematian disebabkan oleh perdarahan, infeksi, dan hipertensi. Sementara faktor lainnya ialah keterlambatan penanganan yang terbagi menjadi 3 fase, keterlambatan mencari pertolongan, keterlambatan mengidentifikasi dan mencapai fasilitas kesehatan, dan keterlambatan dalam menerima pengobatan yang adekuat.
“Keterlambatan ini dapat diatasi dengan perbaikan sistem rujukan. Pemerintah memiliki peran untuk melakukan manajemen subsistem dan aktor yang terlibat dalam proses rujukan,” tuturnya.
Pada saat ibu hamil mengunjungi fasilitas kesehatan pertama, ibu hamil mestinya mendapat penanganan sesuai protokol sehingga dapat dinilai ia perlu dirawat inap atau dirujuk. Dengan formulir rujukan yang terstandar, tenaga kesehatan dapat menilai ibu hamil mestinya dirawat pada fasilitas kesehatan yang sesuai levelnya. Formulir tersebut perlu memuat fitur skoring MEOWS (Modified Early Obstetric Warning Scoring) secara otomatis sehingga dapat memudahkan eskalasi perawatan dan memutuskan pemilihan level rujukan. Harapannya waktu dalam proses rujukan dapat dipangkas dan outcome ibu hamil lebih baik.
“Sebenarnya banyak permintaan rujukan, namun sekitar tiga perempatnya tidak terima. Rujukan ini tidak diterima karena beberapa alasan, alasan yang paling sering adalah karena penuh. Alasan lain adalah perlunya menghubungi IGD, perlunya menghubungi NICU, menunggu konfirmasi bagian admisi, dan lainnya,” ujar Anis Fuad, S.Ked., DEA. yang menyampaikan hasil audit SISRUTE bersama Tim AHS UGM.
Anis Fuad juga menyoroti beberapa masalah yang muncul dalam penggunaan SISRUTE, seperti fasilitas kesehatan perujuk yang mengirimkan rujukan tanpa peduli data SIRANAP, rumah sakit penerima rujukan yang tidak disiplin memperbarui data SIRANAP, dan waktu yang digunakan lebih lama ketika harus melengkapi data pasien di SISRUTE. Menurutnya, resume medis yang dimiliki rumah sakit perlu dikirim secara otomatis ke SISRUTE tanpa perlu melakukan entri ulang. SISRUTE juga perlu berinisiatif untuk menyediakan Application Programming Interface (API) sebagai jembatan pertukaran informasi sehingga interoperabilitas sistem lebih optimal.
Seminar daring ini diadakan dalam rangka Annual Scientific Meeting (ASM) FK-KMK UGM tahun 2022 oleh kelompok kerja KIA (POKJA KIA) dan PKMK FK-KMK UGM dalam kerangka Academic Health System (AHS) UGM. Seminar yang digelar 5 April lalu ini juga menghadirkan pembicara lain, yaitu Doddy Naftali, S.T. (RSUP Dr. Sardjito), dr. M. Idar Aries Munandar (Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sleman), dan Direktorat Gizi KIA Kementerian Kesehatan RI. Acara ini juga dapat disimak lebih lengkap melalui kanal Youtube AHS UGM. Adapun materi dapat diunduh pada laman ini.