Sebagian besar penyebab angka kematian ibu (AKI) dan neonatus (AKN) sebetulnya bersifat preventable (dapat dicegah) dan avoidable (dapat dihindari), misalnya perdarahan obstetri dan preeklampsia. Apabila meninjau tempat kematian ibu, sebagian besar kematian ibu (77%) terjadi di Rumah Sakit Rujukan (baik Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut maupun Fasilitas Kesehatan Tingkat Tersier).
Di masa pandemi ini, hampir 50% penyebab kematian ibu terkait dengan COVID-19. Dengan adanya pandemi, case fatality rate ibu hamil dengan COVID-19 sebesar 3-10% dan diperkirakan AKI akan meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan AKI pada masa sebelum pandemi.
Mengingat pentingnya masalah tersebut, AHS UGM mengadakan pelatihan penguatan PONEK dan PONED di Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta. Pelatihan ini merupakan rangkaian kegiatan pertama yang diberikan pada Selasa (14/09) lalu melalui Zoom Meeting. Dengan dimoderatori dr. Ary Zucha, PhD, Sp.OG., dr. Irwan Taufiqur Rachman, SpOG(K) membawakan dua materi, yaitu “Kewaspadaan terhadap Identifikasi Kehamilan Risiko Tinggi” dan “Update ANC terpadu dengan Fokus Skrining dan Preventif terhadap Kehamilan Risiko Tinggi”.
dr. Irwan memaparkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan ibu hamil. Pertama, upaya penurunan AKI tidak akan tercapai jika tidak berfokus pada perbaikan status kesehatan ibu, misalnya perbaikan kondisi anemia, hipertensi, dsb. Kedua, intervensi tunggal yang selama ini telah dilakukan itu tidak efektif menurunkan AKI dan AKN. Ketiga, diperlukan strategi paket intervensi yang efektif, sistematis, terstruktur (dari hulu ke hilir), dan masif serta perlu dilakukan monitoring dan evaluasi sebagai bahan untuk perbaikan dari strategi yang sudah dilakukan. Terakhir, peluang intervensi untuk menurunkan AKI dan AKN dapat dilakukan baik pada masa pra-konsepsional, antepartum, intrapartum, maupun post-partum.
Beberapa faktor yang menyebabkan kehamilan bisa menjadi risiko tinggi adalah kondisi sebelum hamil, usia, gaya hidup, dan kondisi saat hamil. Pada sebelum hamil, kondisi tekanan darah tinggi dan obesitas, penyakit diabetes, penyakit autoimun, infeksi virus ZIKA, serta penyakit dan infeksi lainnya menjadi perhatian penting. Sementara kondisi yang menjadikan kehamilan risiko tinggi saat hamil, meliputi kehamilan multiple, gestational diabetes, preeclampsia dan eclampsia, riwayat kelahiran premature, dan kelainan bawaan saat kehamilan.
“Usia terlalu muda dan terlalu tua (>35) pada kehamilan pertama, usia terlalu muda dihubungkan preeklampsia pada nullipara, adapun pada usia tua dihubungkan dengan risiko kehamilan kongenital dan ektopik. Faktor gaya hidup sendiri jarang terjadi di Indonesia, misalnya penggunaan alkohol dan konsumsi rokok,” jelas dr. Irwan.
Lebih lanjut, dr. Irwan menekankan fasilitas kesehatan primer untuk melakukan skrining pada umur 11-13 minggu kehamilan. Jika ada potensi yang mengancam nyawa maka dilakukan rujukan ke faskes lebih lanjut.
“Pemeriksaan ANC adalah upaya pemerintah untuk memenuhi hak anak sejak masa kandungan dan pencegahan kematian ibu,” ujarnya.
Komponen pemeriksaan Antenatal Care meliputi pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan dan tinggi badan, pemeriksaan denyut jantung janin, pemberian tablet zat besi, pemeriksaan perut, pemeriksaan tinggi rahim, pemeriksaan lingkar lengan, pemeriksaan darah rutin dan khusus, pemeriksaan urin, dan konsultasi.
Materi selengkapnya pada pelatihan ini dapat diakses pada link berikut.
Di masa pandemi ini, hampir 50% penyebab kematian ibu terkait dengan COVID-19. Dengan adanya pandemi, case fatality rate ibu hamil dengan COVID-19 sebesar 3-10% dan diperkirakan AKI akan meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan AKI pada masa sebelum pandemi.
Mengingat pentingnya masalah tersebut, AHS UGM mengadakan pelatihan penguatan PONEK dan PONED di Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta. Pelatihan ini merupakan rangkaian kegiatan pertama yang diberikan pada Selasa (14/09) lalu melalui Zoom Meeting. Dengan dimoderatori dr. Ary Zucha, PhD, Sp.OG., dr. Irwan Taufiqur Rachman, SpOG(K) membawakan dua materi, yaitu “Kewaspadaan terhadap Identifikasi Kehamilan Risiko Tinggi” dan “Update ANC terpadu dengan Fokus Skrining dan Preventif terhadap Kehamilan Risiko Tinggi”.
dr. Irwan memaparkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan ibu hamil. Pertama, upaya penurunan AKI tidak akan tercapai jika tidak berfokus pada perbaikan status kesehatan ibu, misalnya perbaikan kondisi anemia, hipertensi, dsb. Kedua, intervensi tunggal yang selama ini telah dilakukan itu tidak efektif menurunkan AKI dan AKN. Ketiga, diperlukan strategi paket intervensi yang efektif, sistematis, terstruktur (dari hulu ke hilir), dan masif serta perlu dilakukan monitoring dan evaluasi sebagai bahan untuk perbaikan dari strategi yang sudah dilakukan. Terakhir, peluang intervensi untuk menurunkan AKI dan AKN dapat dilakukan baik pada masa pra-konsepsional, antepartum, intrapartum, maupun post-partum.
Beberapa faktor yang menyebabkan kehamilan bisa menjadi risiko tinggi adalah kondisi sebelum hamil, usia, gaya hidup, dan kondisi saat hamil. Pada sebelum hamil, kondisi tekanan darah tinggi dan obesitas, penyakit diabetes, penyakit autoimun, infeksi virus ZIKA, serta penyakit dan infeksi lainnya menjadi perhatian penting. Sementara kondisi yang menjadikan kehamilan risiko tinggi saat hamil, meliputi kehamilan multiple, gestational diabetes, preeclampsia dan eclampsia, riwayat kelahiran premature, dan kelainan bawaan saat kehamilan.
“Usia terlalu muda dan terlalu tua (>35) pada kehamilan pertama, usia terlalu muda dihubungkan preeklampsia pada nullipara, adapun pada usia tua dihubungkan dengan risiko kehamilan kongenital dan ektopik. Faktor gaya hidup sendiri jarang terjadi di Indonesia, misalnya penggunaan alkohol dan konsumsi rokok,” jelas dr. Irwan.
Lebih lanjut, dr. Irwan menekankan fasilitas kesehatan primer untuk melakukan skrining pada umur 11-13 minggu kehamilan. Jika ada potensi yang mengancam nyawa maka dilakukan rujukan ke faskes lebih lanjut.
“Pemeriksaan ANC adalah upaya pemerintah untuk memenuhi hak anak sejak masa kandungan dan pencegahan kematian ibu,” ujarnya.
Komponen pemeriksaan Antenatal Care meliputi pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan dan tinggi badan, pemeriksaan denyut jantung janin, pemberian tablet zat besi, pemeriksaan perut, pemeriksaan tinggi rahim, pemeriksaan lingkar lengan, pemeriksaan darah rutin dan khusus, pemeriksaan urin, dan konsultasi.
Materi selengkapnya pada pelatihan ini dapat diakses pada link berikut.