Kelompok kerja (POKJA) KIA FK-KMK UGM, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bersama Academic Health System (AHS) UGM kembali mengadakan webinar berjudul “Strategi Mengoptimalkan Sistem Rujukan KIA di Masa Pandemi COVID-19”.
Webinar yang diselenggarakan dalam rangka Annual Scientific Meeting (ASM) FK-KMK UGM tahun 2021 ini telah berlangsung pada Rabu lalu (28/4) melalui platform Zoom. Pada webinar ini, penyelenggara menghadirkan tiga narasumber, yaitu dr. Irwan Taufiqur Rachman, SpOG(K)-KFM, dr. Eugenius Phyowai Ganap, Sp.OG (K), dan drg. Diah Niken Andarwati, M.Han.
Pada sesi pertama, dr.Irwan memaparkan tentang sistem rujukan maternal di masa pandemi COVID-19. Ia menjelaskan manajemen COVID-19 bagi ibu hamil dan melahirkan yang berdasarkan pada gejala beserta tools yang dapat digunakan.
“Jika berdasarkan hasil RT-PCR Swab, kasus terkonfirmasi positif maka penting untuk dilakukan suatu skrining yang menentukan ibu hamil bisa isolasi mandiri di rumah atau perlu dilakukan hospitalisasi. Skrining akan lebih mudah jika menggunakan sistem skoring,” dr. Irwan.
Lebih lanjut, dr.Irwan mengenalkan Early Warning System (EWS) dan Modified Early Obstetric Warning Score (MEOWS) yang dapat digunakan untuk merujuk pasien ke rumah sakit yang sesuai. EWS dapat digunakan untuk wanita tidak hamil dan wanita hamil kurang dari 20 minggu, sementara MEOWS dapat digunakan pada wanita hamil lebih dari 20 minggu dan menggunakan komponen urin sebagai indikator yang dipakai.
Sementara itu, dr. Phyo menjelaskan bahwa ada tiga model keterlambatan dalam pelayanan kegawatdaruratan obstetri, yaitu seeking care, reaching care, dan receiving appropriate care. “Yang perlu kita pikirkan bersama adalah bagaimana pasien bisa seeking, memutuskan untuk melakukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Kemudian reaching care, bagaimana pasien bisa mengakses fasilitas tersebut. Adapun, receiving appropriate care adalah tentang bagaimana fasilitas kesehatan tingkat lanjut bisa menyediakan penanganan yang adekuat dan quality of care yang baik,” jelasnya.
dr. Phyo juga menerangkan bahwa saat ini terjadi rujukan cross-border di DIY, dimana suatu kasus dapat dirujuk ke rumah sakit yang lebih jauh padahal terdapat rumah sakit lain yang memiliki jarak yang lebih dekat. Akibatnya, waktu yang dihabiskan lebih lama padahal penanganan dapat lebih optimal jika waktu merujuk pasien dipersingkat.
“Pada pandemi ini, perlu ada perbaikan pada semua level keterlambatan, yakni level T1, level T2, dan level T3,” ujar dr. Phyo.
Pada level T1 perlu dilakukan optimalisasi berupa sosialisasi manual rujukan secara berkala. Selain itu, puskesmas juga direkomendasikan untuk menata ulang fasilitas layanan KIA agar terpisah dengan gedung utama dan tidak bercampur dengan pasien umum. Berikutnya, pada level T2 pengaturan alur rujukan dengan mengoptimalkan SISRUTE. Adapun, pada level T3 perlu diadakan peningkatan response time dan quality of care di RS PONEK.
Sesi terakhir diisi dengan materi SISRUTE (Sistem Rujukan Terintegrasi) oleh drg. Niken dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. SISRUTE sendiri adalah sistem rujukan digital berbasis internet yang dapat menghubungkan data pasien dari tingkat layanan lebih rendah ke tingkat layanan lebih tinggi atau sederajat dengan maksud untuk mempermudah dan mempercepat proses rujukan pasien. Pada tahun ini, ditargetkan agar terjadi peningkatan cakupan pemanfaatan SISRUTE, dimana tidak hanya diimplementasikan di rumah sakit, tetapi juga di puskesmas dan klinik.