Dalam rangka Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) dan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), AHS UGM bekerjasama dengan Kagama Health dan IDAI Cabang Yogyakarta mengadakan webinar bertajuk “Mengupas Tuntas tentang BIAN, BIAS dan Mitos-Fakta Imunisasi”. Acara ini mendatangkan dua narasumber yaitu dr. Ade Febrina Lestari, MSc, SpAK dan dr. Desi Fajar Susanti, MSc, SpAK.
Pada sesi pertama, dr. Ade membawakan materi tentang “Paparan Program BIAN dan BIAS”. Ia memaparkan, selama masa pandemi covid menjadi suatu kendala besar bagi masyarakat sehingga cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak usia 1 tahun pertama mengalami penurunan dari target terjadi karena terjadi banyaknya fasilitas kesehatan di awal-awal tutup, sering berkunjung kepada fasilitas kesehatan, persiapan dari fasilitas kesehatan itu sendiri, rasa takut dari masyarakat untuk membawa anaknya berobat atau melakukan vaksinasi di fasilitas kesehatan dan stigma persepsi yang salah tentang vaksinasi dapat menimbulkan KIPI dan sebagainya, sehingga hal-hal ini menyebabkan terjadinya cakupan imunisasi yang rendah yang tidak sesuai target.
Sebuah data melaporkan dari tahun 2019 hingga sekarang ternyata terdapat 1,7 juta anak dimana imunisasi dasar lengkap tidak tercapai dan bahayanya akan berisiko meningkatkan terjadinya penyakit-penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi.
Pengaruh pandemi Covid-19 adalah terjadi gap imunitas di masyarakat akibat cakupan imunisasi yang rendah, ancaman KLB penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (terutama: diphteri, campak, polio), sehingga perlu imunisasi kejar dan imunisasi ganda.
Menurut dr. Ade untuk pemerintah terutama dari Kementrian Kesehatan melakukan bulan imunisasi anak nasional. Belajar dari vaksinasi covid yang terjadi selama pandemi bahwa Indonesia juga termasuk yang dipuji sekali WHO maupun dunia, bagaimana bisa berkolaborasi dan bekerjasama bukan dari tenaga kesehatan saja atau Kementrian Kesehatan saja tetapi ini harus melibatkan stakeholder sehingga target pencapaian vaksinasi dapat tercapai dan akan dilakukan secara bersama-sama dalam BIAN.
“Target pada BIAN adalah target eliminasi campak rubella/CRS tahun 2023 dan dapat mewujudkan Indonesia bebas polio 2026, mencegah KLB PD3I, dan BIAN ini terdiri atas dua kegiatan yaitu imunisasi tambahan (MR) dan imunisasi kejar (OPV/IPV, DPT-HB-Hib) dan dua tahap,” jelas dr. Ade.
BIAN terdiri atas kegiatan yaitu pemberian satu dosis imunisasi tambahan Campak-Rubella (MR) tanpa memandang status imunisasi sebelumnya, kemudian imunisasi kejar untuk melengkapi status imunisasi anak (selain campak-rubella). Dalam prorgam BIAN akan dicek kelengkapan status imunisasinya.
Pelaksanaannya terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pertama sudah dilaksanakan pada bulan mei 2022 dilakukan diluar Pulau Jawa dan tahap dua dilaksanakan mulai bulan agustus 2022. Sasaran untuk imunisasi campak-rubella adalah usia 9 bulan s/d < 15 tahun, 9 bulan s/d < 12 tahun, atau 9-59 bulan, sasaran untuk imunisasi kejar adalah anak usia 12-59 bulan yang tidak/belum lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-HiB.
Tempat pelayanan BIAN dapat diakses dan direncanakan di semua fasilitas kesehatan, meliputi: Puskesmas, Pustu, Rumah Sakit (pemerintah, swasta), klinik, praktek dokter swasta, tempat praktek mandiri bidan, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan bisa juga melalui pos pelayanan imunisasi, meliputi: pos pelayanan imunisasi di sekolah/pesantren dan pos pelayanan komunitas, meliputi: posyandu, drive tru/mobile, puskesmas keliling, pasar, dan lain-lain.
BIAS adalah kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah, dilaksanakan pada bulan tertentu setiap bulan tertentu setiap tahunnya, sasarannya seluruh anak-anak usia sekolah dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB) kelas 1, 2 dan 5 di seluruh Indonesia.
Imunisasi kejar merupakan kegiatan pemberian imunisasi kepada bayi dan balita (bawah lima tahun) yang belum mendapat dosis vaksin sesuai usia yang ditentukan pada jadwal imunisasi nasional. Menggunakan interval minimal (BCG < 12 bulan, DPT-HB-Hib: usia 9-12 bulan dengan interval dosis pertama dan kedua adalah 4 minggu, interval dosis kedua dan ketiga adalah 4 minggu, dan interval dosis ketiga dan keempat adalah 12 bulan. Anak usia > 12bulan, maka interval dosis pertama dan kedua adalah 4 minggu, interval dosis kedua dan ketiga adalah 6 bulan dan interval dosis kedua dan ketiga adalah 12 bulan.
Imunisasi/suntikan ganda adalah pemberian dua tau lebih vaksin dengan kemasan berbeda dalam waktu yang bersamaaan, dapat diberikan pada tempat yang berbeda dan dapat diberikan pada tempat yang sama dengan jarak minimal 2,5 cm. Manfaat imunisasi ganda, yaitu dapat melindungi anak dari PD3I, mengurangi kunjungan ke fasilitas kesehatan, aman, efisien dan efektif. Merujuk pada Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi Rutin pada masa pandemi dimana Kemenkes merekomendasikan pemberian imunisasi ganda dianjurkan untuk program imunisasi dasar dan imunisasi kejar (catch-up).
“Peran tenaga kesehatan dalam imunisasi ganda adalah memberikan rekomendasi kepada orang tua, memberikan informasi tentang keamanan dan manfaat, dan menjawab pertanyaan orang tua seputar imunisasi,” tutur dr. Ade.
Sesi selanjutnya, dr. Desi membawakan materi yang berjudul “Mitos dan Fakta Seputar Imunisasi”. Ia menjelaskan bahwa imunisasi penting untuk kesehatan anak, namun disisi lain banyak sekali mitos ataupun kejadian yang beredar tentang vaksin itu tidak aman, vaksin itu bahaya, vaksin itu tidak berguna, ataupun mitos-mitos yang lain dan hal tersebut jelas dapat menimbulkan kekhawatiran dan stigma dimasyarakat sehingga orang tua dapat menjadi ragu atau bahkan tidak ikut mengikutsertakan anaknya dalam program imunisasi akibat lebih lanjut adalah cakupan imunisasi di suatu wilayah, khususnya atau bahkan di Indonesia secara umumnya menjadi turun. Namun kejadian atau mitos itu beredar bukan ukan tanpa penyebab, jadi ada suatu kejadian yang terjadi pada saat anak setelah mendapatkan imunisasi dan meskipun kejadian tersebut merupakan kejadian yang frekuensinya kecil dari beberapa anak yang mendapatkan imunisasi, tetapi jika membuat orang tua khawatir dan akhirnya menjadi stigma, maka perlu bagi tenaga kesehatan untuk memberi tahu orang tua atau masyarakat secara umum apa keajadian itu suatu mitos atau fakta dan juga untuk orang tua penting sebenarnya untuk mencari informasi dari sumber yang dipercaya apakah kejadian tersebut mitos atau fakta.
“Imunisasi sebenarnya merupakan suatu proses pemberian kekebalan atau daya tahan tubuh melalui suatu pemberian vaksin kepada seorang anak sehingga tujuan imunisasi untuk memberikan perlindungan terhadap seseorang atau kelompok orang terhadap penyakit tertentu dapat tercapai karena jika seorang anak telah mendapatkan perlindungan, maka risiko dia untuk menderita penyakit akan berkurang dan tujuan akhir dari imunisasi, yaitu pemberantasan penyakit di dunia menjadi tercapai,” jelas dr. Desi.
dr. Desi menambahkan dengan semakin cakupan tinggi suatu imunisasi, maka kekebalan suatu kelompok, ada konsep kekebalan itu dapat terbentuk, sehingga akhirnya semakin tinggi cakupan imunisasi, maka anak-anak yang mendapatkan perlindungan tersebut dapat juga memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang rentan di sekitarnya, sehingga saat terjadi suatu proses infeksi atau penularan infeksi, maka akan sedikit anak yang tertular penyakit tersebut atau bahkan tidak ada yang tertular itu yang diharapkan oleh suatu kekebalan kelompok, namun masih saja ada yang menganggap bahwa kekebalan kelompok itu dapat terjadi apabila seorang anak itu terpapar dari suatu penyakit secara langsung, itu suatu mitos yang sebenarnya tidak benar karena bahwa proses pembentukan kekebalan dari vaksinasi itu sangat berbeda dengan kekebalan yang didapatkan dari infeksi alamiah. Vaksinasi saat memberikan vaksin itu isinya tidak semua penyakit, jadi terhadap penyakit tertentu yang memang vaksin itu ditujukan, sehingga antibodi yang terbentuk itu juga antibodi tehadap penyakit tertentu, berbeda dengan infeksi alamiah tidak bisa mengontrol jenis strain kuman, jumlah virus seberapa banyak yang masuk ke dalam tubuh, sehingga gejala yang ditimbulkan dari infeksi alamiah bervariasi bahkan dapat menimbulkan komplikasi dan kematian. Namun untuk vaksin sendiri sebelum digunakan sudah melalui pre-klinis dan klinis sehingga dapat terjamin keamanannya dan memberikan perlindungan sesuai yang diharapkan, begitu juga dosisnya sesuaikan dengan sasaran usia.
Vaksin PCV dosis pertama dan kedua diberikan bersamaan dengan vaksin DPT-Hib dan OPV. Untuk Provinsi DI Yogyakarta, vaksin PCV dosis pertama dan kedua diberikan bersamaan dengan vaksin DPT-HB-Hib dan IPV.
Manfaat imunisasi/suntikan ganda, yaitu imunisasi diberikan secepat mungkin untuk melindungi anak pada saat yang rentan, mengurangi kunjungan, dan lebih efisien. Beberapa ketentuan untuk suntikan ganda, yaitu pemberian imunisasi ganda dianjurkan untuk program imunisasi dasar dan imunisasi kejar (catch-up), tempat penyuntikan, berdasarkan pada: anak sudah dapat berjalan atau belum, pada anak yang sudah berjalan, tempat penyuntikan sebaiknya di lengan dan ketebalan masa otot lengan, jika masa otot lengan tipis maka sebaiknya disuntikan di paha, mulai dari yang tidak sakit dahulu.
Sebuah data yang mendukung fakta imunisasi ganda itu aman dari suatu review yang dilakukan oleh Komite Keamanan Imunisasi menyatakan bahwa pemberian suntikan ganda sudah lama dilakukan di beberapa negara berpenghasilan tinggi maupun rendah/sedang, pemberian 2 atau lebih vaksin hidup bersamaan tidak menyebabkan terjadi infeksi berat, imunisasi ganda tidak terbukti: menyebabkan DM tipe-1, meningkatkan reaksi alergi terutama asma, atau menyebabkan penyakit autoimun.
Menurut dr. Desi kaitannya dengan apakah pada imunisasi suntikan ganda lebih sakit dari suntikan terpisah, yaitu: mungkin akan sedikit lebih sakit pada suntikan ganda, rasa sakit atau rasa tidak nyaman hanya akan dirasakan sebentar, kadangkala bayi atau anak tidak memperhatikan pada suntikan yang diberikan, dan jika kunjungan imunisasi lebih sering maka anak akan lebih sering merasakan rasa sakit atau tidak nyaman serta mungkin masih teringat rasa sakit pada suntikan yang lalu.
Sebuah studi mengatakan bahwa suntikan ganda KIPI yang ditimbulkannya itu ternyata tidak berbeda jauh atau hampir sama dibandingkan jika diberikan terpisah.
Fakta bahwa pemberian lebih dari satu jenis imunisasi dalam satu kali kunjungan bermanfaat untuk mempercepat perlindungan kepada anak, meningkatkan efisiensi pelayanan dan orang tua tidak perlu datang ke fasilitas kesehatan berulang kali dan pemberian imunisasi ganda sudah terbukti aman, efektif dan tidak meningkatkan risiko KIPI pada anak.
Acara ini diadakan Sabtu, 13 Agustus 2022 lalu melalui media daring. Untuk menonton webinar ini secara lengkap, pembaca dapat mengunjungi Youtube Kagama Channel pada laman berikut.