Masalah kesehatan masyarakat global terkait dengan demensia alzheimer yaitu pemeriksaan dengan biaya mahal dan faktor risiko tidak terkontrol (progresif). Penting dilakukan penanganan sejak dini dan berkesinambungan karena memang perjalanan penyakit kronis progresif pasti memburuk. Adapun faktor risiko dari demensia alzheimer yaitu meliputi usia tua (1 % dari usia 60 tahun dan 30 % dari usia 85 tahun), pendidikan rendah, adanya gen ApoE4, merokok sigaret (meningkatkan neurotransmisi nikotinik), riwayat keluarga, cidera kepala, faktor vaskular (hipertensi, penyakit jantung, stroke, aterosklerosis perifer), diabetes, depresi, keracunan logam berat, serta OSA (tidur ngorok).
Untuk mengetahui kondisi apakah demensia alzheimer atau tidak, maka berikut tanda peringatan alzheimer yang perlu diperhatikan dalam upaya deteksi dini. Tanda peringatan alzheimer meliputi gangguan memori “pelupa” mempengaruhi keterampilan kerja yang muncul sejak awal, kesulitan melakukan tugas yang biasanya dilakukan sehingga butuh bantuan yang bersifat “ketergantungan”, masalah berbahasa yaitu kesulitan menemukan kata yang tepat serta bicara tidak lancar, disorientasi waktu dan tempat seperti sering kesasar, gangguan fungsi eksekutif yaitu kemampuan memutuskan yang menurun dalam mengelola keuangan serta masalah dengan berpikir abstraksi. Selain itu, tanda peringatan lainnya adalah salah meletakkan benda, perubahan perangai dan perilaku yaitu lebih sensitif, mudah tersinggung, marah, apatis, depresi, agitasi, agresi, delusi, ilusi, halusinasi, psikosis serta perawatan diri kurang yaitu mengundurkan diri dari pergaulan sosial dan kehilangan inisiatif.
Dalam demensia alzheimer terdapat gejala neuropsikiatrik, dimana gejala neuropsikiatrik ini dibagi menjadi dua yaitu gejala positif dan negatif. Gejala positif dari neuropsikiatrik meliputi psikosis, mania, depresi, agitasi, anxietas, iritabel, dan isinhibisi. Sedangkan untuk gejala negatif dari neuropsikiatrik meliputi apati, kelemahan persepsi terhadap stimuli emosi, penurunan rentang ekspresi terhadap emosi normal, penurunan mood, affect, dan vocal inflection.
Dalam upaya penanganan penyakit alzheimer, maka dibutuhkan strategi dalam penanganannya. Dalam hal ini terdapat kunci sukses dalam penanganan penyakit alzheimer yaitu perlu dilakukannya deteksi sedini mungkin, penanganan sedini mungkin, serta kontinyu dan persisten. Adapun tujuan dari terapi demensia alzheimer yaitu meliputi memperbaiki kualitas hidup, memaksimalkan kemampuan aktivitas kesehariannya, mempertahankan kemandiriannya selama mungkin, memperbaiki gejala mood dan perilaku, menstabilkan fungsi kognitif (daya pikir), serta mengurangi beban keluarga. Selain itu ada beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh seseorang yang menderita demensia alzheimer dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Aktivitas yang dapat dilakukan diantaranya adalah tidur lebih baik, kontrol perasaan lebih tenang dan bahagia, terus melakukan aktivitas sehari-hari lebih lama, penyesuaian pencahayaan, mendengarkan musik kesukaan, melihat foto dan membicarakan tentang masa lalu. Aktivitas lainnya yang bisa dilakukan bermain game, puzzle, kalender, aktif secara fisik serta latihan otak dengan sekelompok kecil orang.
Dalam keadaan pandemi Covid-19 saat ini, perlu diwaspadai juga terkait dengan efek Covid-19 pada daya ingat. Efek yang mungkin terjadi yaitu menyebabkan peradangan pada susunan saraf pusat, memiliki gejala yang bertahan beberapa bulan setelah penyakit awal, gejala beragam dari pernapasan sampai dengan stroke. Keberadaan virus Covid-19 meningkatkan pengentalan darah sehingga meningkatkan risiko stroke dimana stroke juga dapat menurunkan daya ingat jangka panjang. Stroke yang tidak bergejala sering terjadi pada pasien Covid-19. Di sisi lain, 40% pasien dengan COVID-19 menunjukan gejala berkaitan dengan susunan saraf. Brain fog merupakan gejala penurunan fungsi berpikir yang ditandai dengan mudah bingung, mudah lupa, sulit konsentrasi dan sulit membuat keputusan sehari-hari. Selain itu terjadinya gangguan daya ingat, dimana 15-20% mengeluhkan mudah lupa dan sulit konsentrasi yang bertahan hingga 2-6 bulan pascainfeksi Covid-19. Masih belum ada cukup data untuk memastikan seberapa berbahaya kondisi ini dan bagaimana cara mencegah dan menanganinya. Untuk hal-hal yang berhubungan dengan pengobatan dan penatalaksanaan, harap berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter.
Penulis: Ediana Kurniawati, SKM (RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta) Editor: Nurul Fajriati Setyaningrum, S.Gz.
Foto: Steven HWG (Unsplash) Referensi: Materi Dr. dr. Astuti Sp.S (K) dalam Seminar Awam dengan topik “Demensia Alzheimer di Masa Pandemi”