Academic Health System Universitas Gadjah Mada (AHS UGM) mengadakan pra-workshop sebagai tindak lanjut terhadap amanat Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri dalam pemenuhan dokter umum dan dokter spesialis dengan skema AHS. Bertajuk “Implementasi Sistem Kesehatan Akademik Berbasiss Kewilayahan di Wilayah DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, dan Seluruh Provinsi di pulau Kalimantan”, acara ini mendatangkan beberapa narasaumber yaitu Direktur Sumber Daya Kemendikbudristek RI, Direktur Kelembagaan Kemendikbudristek RI, Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, dan Direktur Penyedia Tenaga Kesehatan Kemenkes RI. Diharapkan adanya pra-workshop ini dapat memfokuskan sesi luring untuk merancang roadmap pemenuhan dokter dan dokter spesialis di wilayah DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, dan seluruh Provinsi di Pulau Kalimantan.
Pada sesi pertama, Bapak Mulyono, S.H., M.M., selaku Koordinator Kompetensi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Direktorat Sumber Daya membawakan materi tentang “Kebijakan Registrasi Dosen (NIDN, NIDK, NUP) Pada PDDIKTI”. Ia memaparkan, manfaat data dosen diantaranya digunakan untuk study, beban kerja dosen, jabatan fungsional, sistem penjaminan mutu internal, akreditasi, penelitian, pemenuhan indikator kinerja utama, sertifikasi dosen.
Beberapa dasar hukum registrasi pendidik, diantaranya yaitu: UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, PP 37 Tahun 2009 tentang Dosen, Permenristekdikti No. 26 Tahun 2015 tentang Registrasi Pendidik pada Perguruan Tinggi, dan Permenristekdikti No.2 Tahun 2016, tentang perubahan Atas Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 26 Tahun 2015, tentang Registrasi Pendidik Pada Perguruan Tinggi.
Bapak Mulyono menjelaskan beberapa istilah tentang pendidik, yaitu dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja paruh waaktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Dosen dengan perjanjian kerja adalah dosen yang direkrut dengan perjanjian kerja minimal dua tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. Instruktur adalah pendidik yang menekankan pembinaan pada penguasaan aspek ketrampilan di perguruan tinggi. Tutor adalah tenaga pendidik yang diangkat untuk membantu dosen dan berfungsi belajar mahasiswa dalam sistem pendidikan tinggi.
Jenis nomor registrasi, yaitu: Nomor Induk Dosen Nasional, yang selanjutnya disingkat dengan NIDN adalah nomor induk yang diterbitkan oleh Kementerian untuk dosen yang bekerja penuh waktu dan tidak sedang menjadi pegawai pada satuan administrasi pangkal/instansi yang lain, Nomor Induk Dosen Khusus yang selanjutnya disingkat dengan NIDK adalah nomor induk yang diterbitkan oleh Kementerian untuk dosen/instruktur yang bekerja paruh waktu atau dosen yang bekerja penuh waktu tetapi satuan administrasi pangkalnya di instansi lain dan diangkat perguruan tinggi berdasarkan perjanjian kerja, dan Nomor Urut Pendidik yang selanjutnya disingkat dengan NUP adalah nomor urut yang diterbitkan oleh Kementerian untuk Dosen, Instruktur, dan Tutor yang tidak memenuhi syarat diberikan NIDN atau NIDK.
Kewajiban seorang dosen NIDN adalah bekerja penuh waktu empat puluh jam setiap minggu, melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan dua belas sks pada setiap semester, dan melaksanakan kewajiban lain yang diatur dalam perja bagi Dosen Tetap non pegawai negeri sipil pada perguruan tinggi negeri. Untuk seorang dosen NIDK mengajar paling sedikit empat sks dalam satu semester per tahun dan untuk seorang dosen NUP mengajar paling sedikit satu kali dalam satu semester.
Hak dosen PTN yang memiliki NIDN, yaitu: memperoleh gaji dan tunjangan, mengusulkan jabatan akademik, mengusulkan atau diusulkan untuk menempati jabatan struktural/tugas tambahan, mengajukan beasiswa, mengajukan sertifikasi dosen, mengikuti pembinaan/peningkatan kompetensi, dihitung sebagai rasio dosen terhadap mahasiswa, dan dihitung dalam pembukaan dan pelaksanaan program studi. Hak dosen PTN yang memiliki NIDK, yaitu: dapat memperoleh gaji/honor dan/atau tunjangan sesuai perjanjian kerja, mengusulkan jabatan akademik, mengusulkan atau diusulkan untuk menempati jabatan struktural.tugas tambahan, mengikuti pembinaan/peningkatan kompetensi, dan dihitung sebagai rasio dosen terhadap mahasiswa. Untuk PTN dan PTS memiliki perbedaan tipis, yaitu: untuk PTN menggunakan anggaran negara pada pembiayaannya dan untuk PTS dengan dana masyarakat. Hak dosen PTN/PTS yang memiliki NUP, yaitu: memperoleh gaji/honor dan/atau tunjangan dan mengikuti pembinaan/peningkatan kompetensi.
Menurut Bapak Mulyono perhitungan nisbah antara dosen dengan mahasiswa, yaitu: minimal S2, sesuai jenjang yang dibuka, jumlah minimum per prodi lima orang, rasio dosen eksakta 1:30 (pertanian, arsitektur dan perencanaan, teknik, kehutanan dan lingkungan, kesehatan, dan transportasi), rasio dosen non-eksakta 1:45 (ilmu agama, rumpun ilmu humaniora, rumpun ilmu sosial, dan/atau rumpun ilmu terapan (bisnis, pendidikan, keluarga dan konsumen, olahraga, jurnalistik, media massa dan komunikasi, hukum, perpustakaan dan permuseuman, militer, administrasi publik, dan pekerja sosial), komposisi dosen NIDN harus lebih banyak dari dosen NIDK (60%:40%). NIDK tidak dibatasi, tetapi yang dapat diperhitungkan rasionya hanya 40% dari total dosen. Nisbah (rasio) dosen NIDN+NIDK terhadap mahasiswa akan dihitung jika dosen dimaksud didatakan (distatuskan) mengajar pada prodi tertentu dan pada semester tertentu.
Sesi selanjutnya, Dr. Lukman, S.T., M.Hum selaku Direktur Kelembagaan Dirjen Diktiristek membawakan materi tentang “Strategi Pemerintah Pusat dalam Percepatan Pembukaan Program Studi Kedokteran dan Spesialis”. Ia menjelaskan bahwa program studi Sarjana Kedokteran dan Kedokteran Gigi di Indonesia. Jumlah prodi kedokteran kurang lebih sebanyak 92 dan jumlah kedokteran gigi di Indonesia kurang lebih sebanyak 32, jadi total prodi kedokteran dan kedokteran gigi itu kurang lebih sebanyak 124.
Ia juga menyebutkan bahwa prodi kedokteran tersebar di Provinsi Aceh sampai ke Papua. Baru 31 provinsi, 4 provinsi belum memiliki prodi kedokteran, yang paling banyak di Jawa Timur kurang lebih ada 13 dan Jawa Barat ada 8, Jawa Tengah ada 9, dan di Sulawesi Selatan paling banyak 5, kemudian di Sumatra Utara paling banyak 6, dan di Aceh 3, sehingga yang lain sisa sebarannya hanya ada 1 setiap wilayah terutama di Indonesia Timur ini masih terbatas untuk sebaran prodi kedokteran.
“Sebaran prodi kedokteran gigi di Indonesia saat ini dilihat dari 32 prodi kedokteran gigi yang ada, di Jawa Tengah ada 5, di Jawa Timur ada 5, di DKI Jakarta ada 4, di Sulawesi Selatan ada 2, di Sumatra Utara ada 2, di Sumatra Barat ada 2,” tutur Dr. Lukman.
Kebijakan khusus untuk pembukaan moratorium, yaitu: urgensi kebutuhan pada suatu wilayah dengan pertimbangan radius jarak sehingga tidak tumpang tindih/jenuh secara regional, dengan tujuan distribusi dokter/dokter gigi secara merata, ketentuan akreditasi PT untuk pulau Jawa: akreditasi unggul/A + 50% prodi terakreditasi unggul/A, dan untuk luar Pulau Jawa: paling rendah akreditasi baik sekali/B + 50% prodi terkreditasi unggul/A, PT memiliki program studi basic science atau life science (minimal biologi dan kimia, dan/atau bidang ilmu hayati) terakreditasi unggul atau baik sekali, PT bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan minimal kelas C, PT memiliki sumber daya yang cukup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan PT harus menerapkan tarif dengan mengacu pada biaya kuliah tunggal yang ditetapkan Mendikbudristek.
“Laboratorium-laboratorium yang harus ada di dalam Ilmu Dasar Kedokteran meliputi: laboratorium anatomi, laboratorium mikrobiologi, laboratorium parasitologi, laboratorium biokimia, laboratorium patologi klinik, laboratorium faal, laboratorium farmakologi, laboratorium histologi, laboratorium anatomi, laboratorium biologi/biomolekuler, dan laboratorium keterampilan klinik (skills lab). Terkait dengan visitasi melibatkan KKI dan atau MKKI, dan juga Kementerian Kesehatan untuk persiapan prodi-prodi kedokteran atau kedokteran spesialis untuk dibuka,” jelas Dr. Lukman.
Sesi ketiga, dr. Else Mutiara Sihotang, Sp.PK selaku Ketua Tim Kerja Pengelolaan Wahana Pendidikan dan Rumah Sakit Pendidikan Kementerian Kesehatan RI membawakan materi tentang “Strategi Pemerintah Pusat Dalam Percepatan Penambahan RS Pendidikan. Ia menjelaskan bahwa di Indonesia sampai saat ini ada 395 rumah sakit umum yang menjadi pendidikan dan ada 32 rumah sakit gigi dan mulut yang dipakai menjadi tempat pendidikan adik adik dari kedokteran gigi. Dari 395 ini ada sebanyak 31 di Kemenkes, TNI/Polri ada 35, rumah sakit swasta ada 74, Kementerian lain ada 2, Kemendikbud ada 13, dan rumah sakit Pemerintah Daerah ada sebanyak 240.
Ia juga menjelaskan strategi percepatan yang sudah dilakukan, yaitu: membuat Surat Edaran Dirjen Yankes nomor HK.02.02/I/1162/2022 tentang Penetapan Rumah Sakit Pendidikan, melakukan bimbingan teknis pemenuhan standar RS pendidikan, membuat Surat Edaran Dirjen Yankes nomor HK.02.02/I/1248/2022 tentang Penerapan Rumah Sakit Pendidikan, dan Surat Dirjen Yankes nomor YR.06.02/IV/2340/2022.
Sesi terakhir, Dra. Oos Fatimah Rosyati, M.Kes selaku Direktur Penyediaan Tenaga Kesehatan Kemenkes RI membawakan materi tentang “Strategi Pemerintah Pusat dalam Pemenuhan Dokter dan Dokter Spesialis di Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah”. Ia memaparkan bahwa rasio dokter 0,42 per 1000 penduduk di Indonesia masih sangat jauh dibandingkan dengan standar WHO 1 per 1000 penduduk, di Asia rata-rata 1,2 per 1000 penduduk, dan di OECD 3,2 per 1000 penduduk. Dilihat dari segi standar baik standar minimal maupun standar sesuai dengan Permenkes, maka 5% Puskesmas di Indonesia belum memiliki dokter, 50% Puskesmas belum lengkap memiliki 9 jenis tenaga kesehatan (termasuk dokter), dan 42% RSUD kab/kota belum terpenuhi dengan 7 jenis dokter spesialis.
Ia mengatakan bahwa konsep AHS sebagai bagian upaya pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan sehingga integrasi antara Fakultas Kedokteran dengan rumah sakit pendidikan, dan Pemerintah Daerah itu bisa menyelesaikan untuk akhirnya bahwa semua Puskesmas bisa memiliki dokter, kemudian Rumah Sakit Umum Daerah mempunyai dokter spesialis sesuai standar dan diharapkan rasio dokter 1 per 1000 penduduk dan rasio dokter spesialis tercapai 0,28 per 1000 penduduk.
“Wilayah IV AIPKI menjadi wilayah regional IV Academic Health System. Wilayah ini terdiri dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Kalimantan (Barat, Tengah, Selatan, Timur, dan Utara). Koordinator AHS wilayah IV adalah Universitas Gadjah Mada. Anggota terdiri dari 18 Fakultas Kedokteran, 8 FK negeri, 10 FK swasta. Desain program AHS terbagi dalam 4 levelrs, yaitu: mahasiswa, dosen, wahana/RS Pendidikan, dan pengampuan prodi/FK,” jelas Dra. Oos.
Dra. Oos mengatakan bahwa tahun 2020 ada 12693 mahasiswa baru S1 FK, menindaklanjuti SKB (penambahan kuota akreditasi A 20%, akreditasi B 10%), maka akan terjadi penambahan 1921 menjadi 14614 mahasiswa, untuk mencapai jumlah tersebut diperlukan penambahan 768 dosen dan 110 rumah sakit pendidikan.
Pembukaan prodi baru Kedokteran dan Kedokteran Gigi di dalam Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2017 di dalam Permendikbud No. 36 Tahun 2021, persyaratan yang harus dilengkapi untuk membuka prodi kepada Kemdikbudristek dengan melengkapi berkas, yaitu studi kelayakan dan naskah akademik, renstra termasuk rencana induk penelitian dan pengabmas, rancangan kurikulum, borang pembukaan prodi Kedokteran/Kedokteran Gigi, MoU dengan RS Pendidikan dan wahana pendidikan kedokteran, dan rekomendasi Menteri Kesehatan.
Acara ini diadakan Selasa, 16 Agustus 2022 melalui media daring.