Stunting adalah kegagalan mencapai potensi pertumbuhan linier yang ditunjukan dengan panjang badan atau tinggi badan menurut umur kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada growth reference. Stunting berdampak pada gangguan kognitif dan berisiko menderita penyakit degeneratif pada usia dewasa. Guna mempercepat penurunan kejadian stunting balita di Yogyakarta, pada 28 Maret – 1 April lalu, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-KMK UGM berkolaborasi dengan IDAI Cabang DIY, Zero-TB, dan Pemerintah Kota Yogyakarta menyelenggarakan pengabdian masyarakat terintegrasi bertajuk “STRONG Yogyakarta: Strengthening Collaboration and Innovation in Reducing Stunting in Yogyakarta”.
Penderita stunting berperawakan pendek, namun tidak semua anak yang memiliki perawakan pendek menderita stunting. Prevalensi balita pendek dan sangat pendek di Kota Yogyakarta mengalami peningkatan dimana pada tahun 2019 tercatat balita dengan kategori pendek sebesar 9,7%, kemudian naik di tahun 2020 menjadi 11,5%. Kategori stunting sendiri mengalami kenaikan hampir 2 kali lipat yaitu 1,6% pada tahun 2019 menjadi 2,9% pada tahun 2020. Anak dengan masalah gizi, termasuk stunting, berisiko tinggi untuk sakit TBC berkaitan dengan sistem kekebalan tubuhnya. Sementara itu, gangguan gizi seperti stuning, malnutrisi kronik, atau penurunan berat badan juga termasuk gejala TBC pada anak.
Kegiatan pengabdian ini menyasar anak dengan kecurigaan stunting yang dirujuk dari puskesmas di wilayah Kota Yogyakarta dengan tujuan untuk memberikan tatalaksana yang tepat, termasuk melakukan pemeriksaan penyakit penyerta/komorbid. Selama 5 hari, kegiatan dilaksanakan di 5 lokasi berbeda antara lain Kecamatan Gondokusuman, SLB Giwangan, Balai Serbaguna Mergangsan, Kemantren Tegalrejo, dan Kemantren Mantijeron.
Sebanyak total 327 anak berhasil diperiksa. Anak yang datang dilakukan pengukuran dan interpretasi antropometri, skrining perkembangan, skrining nutrisi dengan SQ-FFQ, pemeriksaan alergi dan diare sebagai penyebab stunting, lalu dilanjutkan pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis anak. Disamping itu, tim melakukan pemeriksaan rontgen thorax dan uji tuberculin dalam rangka skrining TB.
Pemeriksaan diakhiri dengan penilaian akhir berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan konseling edukasi kepada orang tua terkait kondisi anak oleh tim dokter spesialis anak bersama dengan dokter umum puskesmas. Hal ini diharapkan agar dokter umum dari masing-masing puskesmas dapat menindaklanjuti dan melakukan follow-up terhadap balita yang ada di masing-masing wilayah. Anak yang memerlukan rujukan ke rumah sakit akan mendapatkan surat rujukan dari puskesmas. Adapun, anak yang perlu tatalaksana di puskesmas akan dilakukan tatalaksana dan evaluasi, jika didapatkan perbaikan maka tatalaksana tetap digelar di puskesmas, tetapi jika hasil evaluasi memenuhi kriteria rujukan maka akan dirujuk ke rumah sakit.