Acara ini merupakan agenda serangkaian workshop setelah Deklarasi bersama dengan Anggota AIPKI Wilayah IV pada tanggal 1 Juli 2022 yang dipimpin langsung oleh Prof.dr.Ova Emilia, M.Med.Ed., Ph.D., Sp.OG(K) dan dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp.A(K).,Ph.D bertujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan di Indonesia.
Pada sesi pertama, Prof. Ova membawakan materi tentang “Implementasi Konsep Kewilayahan Academic Health System di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Seluruh Pulau Kalimantan dalam Pemenuhan Dokter Umum dan Spesialis”. Ia menjelaskan bahwa tantangan kesehatan di Indonesia misalnya di Yogyakarta meskipun jumlah penduduk bertambah, jumlah dokter bertambah, jumlah layanan kesehatan bertambah, tapi angka kematian ibu di Yogyakarta masih naik turun fluktuatif belum dapat ditekan secara baik, akses pelayanan kesehatan dasar dan spesialistik yang belum merata, salah satunya dikarenakan: belum semua Puskesmas terisi tenaga kesehatan lengkap, belum semua RSUD milik provinsi dan kab/kota memiliki dokter spesialis yang dibutuhkan, dan disparitas kualitas pelayanan kesehatan antar wilayah.
Prof. Ova menjelaskan bahwa dimensi pengelolaan dokter umum dan spesialis di wilayah mencakup: pemenuhan jumlah, pemerataan distribusi, penjaminan kualitas. Proses pembahasan oleh komite bersama merangkum beberapa upaya pemenuhan jumlah dokter umum dan spesialis yang diharapkan tercapai melalui: peningkatan kuota pendidikan dokter umum, peningkatan kuota dokter spesialis, peningkatan jumlah RS pendidikan, penghapusan rasio NIDN, NIDK sebagai item penilaian prodi pendidikan klinis, dan percepatan pendirian prodi baru.
Menurut Prof. Ova, definisi Academic Health Sistem di Indonesia adalah penyelenggaraan program pendidikan, penelitian, pelayanan kesehatan dan pengabdian kepada masyarakat secara terpadu oleh perguruan tinggi, rumah sakit pendidikan, rumah sakit perguruan tinggi negeri, rumah sakit, wahana pendidikan, dan pemerintah daerah.
Tujuan AHS di Indonesia adalah meningkatkan jumlah dan kualitas SDM, meningkatkan penyerbaran dokter, dokter layanan primer, dan dokter spesialis untuk memenuhi kebutuhan di wilayah sasaran, meningkatkan indikator kesehatan masyarakat, meningkatkan efisiensi pembiayaan pelayanan dan pendidikan kesehatan. Prinsip AHS di Indonesia adalah mengembangkan model pelayanan kesehatan terpadu, efisien, efektif, dan berkualitas terhadap pelayanan kesehatan, mengembangkan model pendidikan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang kompeten, profesional, dan berbasis kebutuhan wilayah, mendorong implementasi pendidikan interprofesi kesehatan berbasis praktik kolaborasi yang komprehensif, mengembangkan pusat unggulan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan untuk peningkatan kualitas layanan.
“Tiga model integrasi kesehatan-akademik di Indonesia meliputi Academic Health System adalah suatu wilayah yang lebih luas, dibawahnya Academic Health Center dimana ada kolaborasi antara institusi pendidikan, rumah sakit, ditambah rumah sakit-rumah sakit ataupun institusi pelayanan kesehatan lainnya, dan Academic Medical Center yang minimal diharapkan untuk dimiliki Fakultas Kedokteran,” tuturnya.
Keuntungan pendekatan kewilayahan berbasis Academic Health System adalah permasalahan dipotret lebih riil dan akurat, menimbulkan rasa memiliki terhadap suatau permasalahan (dekat dengan sekitar) sehingga ada rasa tanggung jawab untuk menyelesaikannya, bentuk kontribusi riil institusi pendidikan, mendorong kolaborasi multiheliks untuk menyelesaikan permasalahan di masyarakat. Ia menambahkan output pelaksanaannya adalah seluruh puskesmas di wilayah DIY, Jawa Tengah dan seluruh Pulau Kalimantan terisi dokter umum, seluruh rumah sakit umum daerah (RSUD) di wilayah DIY, Jawa Tengah dan seluruh Pulau Kalimantan memiliki jumlah tujuh dokter spesialis (SpA, SpB, SpPD, SpOG, SpAn, SpRad, SpPK) sesuai standar, seluruh RSUD Provinsi di wilayah DIY, Jawa Tengah dan seluruh Pulau Kalimantan memiliki dokter spesialis SpJP dan SpBTKV sesuai standar, seluruh RS pendidikan di wilayah DIY, Jawa Tengah dan seluruh Pulau Kalimantan mempunyai dosen NIDK, tercapainya jumlah dokter umum dan dokter spesialis sesuai dengan rasio ideal di wilayah DIY, Jawa Tengah dan seluruh Pulau Kalimantan.
Ada beberapa stream pelaksana kegiatan yaitu stream satu kaitannya dengan pemenuhan dokter umum di Puskesmas dan programnya meliputi distribusi penempatan dokter internship dan rekrutmen dokter pasca internship, stream dua kaitannya dengan pemenuhan 7 dokter spesialis di RSUP, RSUD Provinsi, dan RSUD Kab/Kota dan programnya meliputi distribusi dokter spesialis, melalui: pengiriman dokter PGDS, tubel plus, beasiswa empat semester akhir PPDS kontrak kerja, peningkatan kuota PPDS melalui konsorsium, dan stream tiga kaitannya dengan penguatan RS pendidikan dan programnya meliputi peningkatan produksi dan kualitas dokter umum dan spesialis, melalui peningkatan jumlah dan kualitas NIDK di RS pendidikan dan pemantapan status RS jejaring sebagai RS pendidikan.
dr. Haryo juga memaparkan tantangan AHS merupakan kolaborasi lintas stakeholders, dimana masing-masing stakeholders memiliki otoritas yang berbeda-beda seperti Universitas/FK bersama Kemendikbudristek, RS vertikal bersama Kemenkes, RS daerah, Puskesmas, Dinas Kesehatan bersama Pemerintah Daerah, tiap otoritas telah memiliki peraturan perundangannya masing-masing dengan berpotensi ada peraturan yang tumpang tindih atau tidak suportif untuk implementasi AHS, kebijakan tersebut perlu diharmonisasi agar sejalan dengan prinsip kolaborasi AHS.
“Hasil diskusi komite bersama, kolegium dan prodi ditemukan berbagai tantangan-tantangan yang terjadi yaitu ketersediaan dosen (NIDN dan NIDK, tidak perlu dikotomi, ratio NIDN, NIDK, jumlah NIDK yang terbatas), ketersediaaan wahana pendidikan Sp-1 yang terbatas, ketersediaan wahana pendidikan Sp-2 yang terbatas, regulasi yang belum suportif, sarana prasarana pendidikan klinis yang belum memadai, dokter penugasan yang tidak kembali ke daerah setelah lulus, mekanisme pemenuhan dokter spesialis yang belum berbasis pada situasi riil di wilayah, dan lain-lain”, jelas dr. Haryo.
Dalam serangkaian acara ini ada beberapa sesi penanggap, diawali tanggapan dari Direktur RS pendidikan utama RSUP dr. Sardjito, Dr. dr. Erniarti, M.Sc., Sp.KJ. Ia memberikan tanggapan bahwa dalam AHS ada beberapa aspek, pelayanan, pendidikan dan pelatihan, riset, pengabdian terhadap masyarakat, penguatan selain pelayanan harus menjadi perhatian khusus, RS sebagai wahana pendidikan harus diperkuat, standarisasi proses belajar di RS pendidikan utama dan afiliasi/satelit harus disepakati dahulu, supervisi DPJP dan Prodi terhadap pelaksanaan pendidikan harus diperhatikan, ada tantangan dalam pendistribusian dokter dan dokter spesialis
Penanggap selanjutnya Dr. dr. Izaak Zoelkarnasin Akbar, Sp.OT, FICS Direktur RSUD Ulin Banjarmasin. Ia mengatakan bahwa kendala utama di RSUD Ulin adalah SDM, program AHS ini ekspektasinya adalah pemerataan dokter spesialis, untuk dokter umum di Banjarmasin sudah cukup memadai, walaupun masih ada yang kosong tetapi sudah jauh membaik, dokter spesialis masih sangat kurang, dokter spesialis yang ada di RSUD Ulin kurang sebagai pendidik, dan putra daerah yang dikirim untuk sekolah kualitasnya kurang.
Penanggap dari Dinkes Provinsi Jawa Tengah Ibu Yunita. Ia mangatakan bahwa Dinkes menginginkan jumlah dokter dan dokter spesialis cukup, di Jawa Tengah ada 8 kab/kota yang belum memenuhi 7 dokter spesialis yang disyaratkan, memastikan kebutuhan riil dokter dan dokter spesialis di Jawa Tengah (perencanaan), pembiayaan dan status dokter yang akan disekolahkan, harus ada komitmen bersama untuk mengikat teman-teman yang sekolah dokter dan dokter spesialis sehingga tidak kehilangan SDM.
Sesi selanjutnya, penanggap Direktur Penyediaan Nakes Kemenkes, Ibu Oos. Ia menjelaskan bahwa rasio dokter Indonesia belum memenuhi standar WHO, Kemenkes mencanangkan transformasi SDM kesehatan, diharpakan melalui AHS bisa dilakukan pemenuhan dan pemerataan nakes, AHS berbasis kewilayahan, meliputi: USU, UNPAD, UI, UGM, UNAIR, dan UNHAS, Kemendagri perlu memastikan sarana prasarana lengkap, ada beasiswa pasca Nusantara sehat, ada prioritas untuk jadi pegawai negeri, hak keuangan juga dilakukan pengaturan dan dihitung oleh Yankes, LPDP akan membiayai beasiswa dokter dan subspesialis untuk layanan prioritas tahun 2022.
Sesi terakhir, penanggap Direktur Belmawa Kemendikbud, Ibu Nani. Ia menjelaskan bahwa harus punya satu visi dan komitmen yang sama, masing-masing stakeholder di sistem ini punya fungsi dan peran masing-masing, peran Kemdikbud dalam AHS yaitu harus ada standar kualitas yang menjadi rujukan, proses rekrutmen di hulu juga harus diperhatikan, kebutuhan SDM di RS untuk PTN, PTN BLU dan yang memiliki RS sudah menyiapkan kebutuhan SDM-nya, ketika tata kelola organisasi sudah siap, maka NIDK relatif mudah.
Acara ini diadakan Rabu, 03 Agustus 2022 melalui media daring.